Manajemen laba merupakan tindakan
manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standard tertentu dengan
tujuan memaksimalkan kesejahteraan dan atau nilai pasar perusahaan (Scott,
1997: 368).
Manajemen laba dapat dilihat dari
dua sudut pandang, yaitu ”good side earnings management” dan “bad side earnings
management”.
- Good side earnings management, manajemen laba dapat dilihat dari dua perspektif yaitu perspektif kontraktual dan perspektif pelaporan keuangan.
- Bad side earnings management, terjadi saat manajer menggunakan GAAP untuk melakukan manajemen laba yang terlalu jauh dengan berperilaku oportunistik terhadap kontrak yang ada, sehingga dapat merugikan perusahaan dalam jangka panjang (Handajani et al., 2009).
Peneliti
dalam penelitian ini lebih memandang manajemen laba dari sudut pandang bad side
earning management. Pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian dalam
perusahaan bersamaan dengan asimetri informasi di dalam perusahaan semakin
memperluas kemungkinan tindakan oportunistik oleh manajer yang mempunyai tujuan
berbeda dengan stakeholders, dan setiap pihak ingin memaksimalkan
kepentingannya sendiri. Manajemen laba akan meningkatkan biaya agensi, karena manajer
menjaga kepentingannya dengan menerbitkan laporan keuangan yang tidak
menunjukkan gambaran ekonomi perusahaan secara akurat, sehingga shareholders
atau stakeholders lainnya tidak dapat membuat keputusan investasi yang optimal.
Teori keagenan (agency theory)
mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan
pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham). Jensen dan Meckling (1976)
menggambarkan hubungan agensi dimana terdapat kontrak yang menjadi landasan
satu pihak (principal/pemilik) mempekerjakan pihak lain (agent) untuk mengelola
perusahaan atas nama perusahaan.
Tingkat Pengungkapan Laporan
Keuangan
Wolk et all., (2008: 281-282)
mendefiniskan tingkat pengungkapan sebagai berikut tingkat pengungkapan laporan
keuangan merupakan informasi yang ada di dalam laporan keuangan maupun
komunikasi pelengkap yang mencakup catatan kaki, peristiwa setelah pelaporan,
analisis manajemen tentang operasi yang akan datang, peramalan keuangan dan
operasi, serta laporan keuangan tambahan.
Jenis pengungkapan dalam hubungannya
dengan persyaratan yang ditetapkan standar ada dua, yaitu:
- Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
- Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan sebagai dasar untuk membuat keputusan oleh para pemakai laporan tahunan (Suripto dan Baridwan, 1999). Melalui pengungkapan sukarela diharapkan para pemakai laporan akan semakin lengkap informasinya dalam memahami kegiatan operasional perusahaan publik, serta dengan adanya pengungkapan sukarela semakin menunjukkan ketransparan keadaan perusahaan (Prayogi, 2003).
Menurut Sunarto (2003), kualitas
pengungkapan laporan keuangan dihitung berdasarkan indeks pengungkapan laporan
keuangan. Tingkat pengungkapan laporan keuangan dalam penelitian ini didasarkan
atas indeks pengungkapan yang dideskripsikan oleh Benardi (2009).
Indeks pengungkapan yang digunakan
didasarkan atas informasi yang tersedia dalam laporan tahunan (annual report).
Di Indonesia, pengungkapan dalam laporan keuangan baik yang bersifat wajib
maupun sukarela telah diatur dalam PSAK No.1. Selain itu, pemerintah melalui
Bapepam juga mengatur mengenai pengungkapan informasi dalam laporan tahunan
perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Tingkat Pengungkapan Laporan
Keuangan, Manajemen Laba dan Kualitas Audit
Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban
manajemen kepada pemegang saham khususnya dan calon investor pada umumnya.
Laporan keuangan memberikan informasi yang berguna kepada para pengguna laporan
keuangan pada umumnya untuk pembuatan keputusan.
Auditing mengurangi asimetri informasi
yang ada antara manajemen dan stakeholders perusahaan dengan memungkinkan pihak
di luar perusahaan untuk memverifikasi validitas laporan keuangan. Efektifitas
auditing dan kemampuannya untuk mencegah manajemen laba diharapkan akan
bervariasi dengan kualitas auditor.
Kualitas audit biasanya dikaitkan
dengan ukuran auditor yaitu Big dan non Big. Auditor Big dianggap memiliki
kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan auditor non Big. Auditor yang
diklasifikasikan sebagai Big juga dianggap akan lebih mampu membatasi praktek
manajemen laba dibandingkan dengan auditor non Big. Hal ini dibuktikan oleh
penelitiannya DeAngelo (1981) yang menganalisis hubungan antara kualitas audit
dan ukuran auditor. Hasil penelitian menyatakan bahwa auditor besar (Big¬audit)
lebih berkualitas dibanding dengan auditor ukuran kecil (non-Big audit).
Kecakapan profesional auditor ukuran besar lebih memiliki kemampuan teknikal
untuk menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya dibandingkan dengan
auditor ukuran kecil.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar